Sekarang kembali lagi ke big quetion, pertanyaannya,” Mengapa sekarang muncul ide keseteraan gender?” Pertanyaan andakah ini? pertanyaan anda atau ini pertanyaan saya?. Pelik memang, suatu sumber pembahasan yang tidak jelas tetapi diikuti dengan pelnilitian, seminar, workshop yang diikuti oleh mahasiswa perguruan tinggi ternama bahkan diisi oleh pembicara dari dosen, rektor, dekan, atau entah apa lagi yang pasti pembahasan isu gender ini cukup menghabiskan waktu yang percuma.
“woo.......”, mungkin ini komentar yang anda kasih kepada saya, penulis, tentang sedkit tulisan saya diatas. Kita kembali lagi kepada pertanyaan ,” Mengapa sekarang muncul ide keseteraan gender?”. Beragam jawaban terlontar, kemungkinan ada yang mengatakan; “terjadi penindasan gender” atau “gender x tertindas”. Di lain termpat, dengan lantangnya seorang laki-laki berteriak “wanita ingin menang sendiri”, bersamaan dengan itu seorng wanita mewakili kaumnya mengumandangkan lagu melankolis dengan satu kalimat yang diulang-ulang “wanita dijajah pria”. Ini, ironi kehidupan.
Manusia, subyek kehidupan seharusnya mengangkat hal lain yang lebih penting dan urgent untuk dibahas. Mengapa saya berani berkata demikian ? Ini dkarenakan seminar dan lain yang saya sebutkan tadi sama saja kita menertawakan ketidak tahukan kita sendiri. Banyak pembelajar atau sekedar peminat pengetahuan membahas isu kesetaraan gender dengan cara membuat skripsi, disertasi, makalah, atau essay sepserti ini tentang bagaimana agar ada persamaan derajat derajat anatara laki-laki dan permpuan. Kalimat sebelum ini berati melegitimasi ketidaktahuan kita tentang persamaan dan perbedaan biologis pria perempuan ( termasuk hormonal ), sama dalam apa ? beda dalam apa ? Apakah dikatakan pekerjaan yang mulia, jikalau ada orang disanjung karena berniat menyamakan hal yang beda (pria perempuan) atau membedakan hal yang sama anatara laki-laki dan perempuan ? Entah ini suatu pertanyaan atau pernyataan kebingngan dari saya.
***
saya, penulis berharap hal yang sudah jelas ini tidak usah dipedebat lagi. Waktu dan tenaga kita masih dibutuhkan untuk hal / masalah berguna lain lebih bagi bangsa yang hendak bangkit ini.
Jumat, 06 Juni 2008
Pentingnya/ kah?! Kesetaraan Gender (bagian 4/Akhir)
Sabtu, 24 Mei 2008
Topik Terkini " Kebangkitan Nasional"
Memaknai dan memberi makna kebangkitan nasional
"PNS buk!"
Itukah jawaban seseorang pertanda orang tersebut telah mengabdi kepada negara?! Saya yang menulis ini, anda sebagai pembaca tahu akan butuh pembahasan yang cukup panjang bahkan akan pelik jika dihubungkan dengan 100 tahun Kebangkitan nasional.
Jika orang mau memaknai kebangkitan nasional, mungkin dia harus bekerja keras (sektor swasta nich…), agar dia bisa mendapatkan penghasilan sebanyak-banyaknya, dan agar dia bisa membayar Pajak Penghasilan sebesar-besarnya. Dalam kaitan ini dia akan berkontribusi besar dalam menunjang APBN. Inilah agaknya tindakan yang paling real jika ingin menunjukkan semangat kebangsaan dalam memaknai kebangkitan nasional. Khan, membayar pajak juga merupakan bukti peduli kepada sesama…?!
Selain itu, barang dan jasa yang dihasilkan mesti memberikan kegunaan kepada masyarakat luas. Pastinya seperti itu. Ini adalah pengamalan Pancasila sila yang kedua yaitu “ Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Dan juga mendukung perwujudan sila “Persatuan Indonesia”. Membayar pajak juga adalah penonjolan sisi kemanusiaan rakyat Indonesia yang baik.
Pegawai Negeri Sipil, BUMN, swasta, wiraswasta atau apapun itu namanya kesemuanya adalah warga negara. Itu lah yang kutahu tentang siapa isi bangsa dan negara dan siapa yang harus mempertahankan serta membangunnya.
Iwan Fals, wujud sumbangsih sebagai warga negara menyumbang pemikiran bagi bangsanya dengan pernah berkata dalam lagunya ; Manusia Setengah Dewa, “Urus saja moralmu…bla..bla…bla.. . “ Dan esensi dari lagu tersebut hanya pada hal bahwa Indonesia mengalami masalah ekonomi. “Turunkan harga..serendah-rendahnya….”, demikian dia menambahkan.
Kebangkitan nasional, kendati dalam sejarah disebutkan bahwa bersamaan dengan berdirinya Budi Utomo, masyarakat dibawa ke dalam issue bahwa mereka mesti mengembangkan “Budi Ingkang Utomo” (perilaku yang utama/ yang baik) yang dalam hal ini tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Saya secara pribadi melihat ini dengan senyum skeptis jika dalam seabad ini, “yang ini” mau dibangkitkan. Membangkitkan “Budi Ingkang Utomo”..?! Bisa apa…?!
Lihat saja dalam 3 dekade ini, sejak tahun 70-an hingga 90-an. Issue-issue yang beredar malah membuat saya berimajinasi yang “tidak-tidak” dan “iya-iya”. Di era Orde Baru ada issue pejabat memiliki wanita-wanita simpanan, bahkan ada yang katanya disediakan oleh istri-istri mereka sendiri. Selama dekade-dekade itu Jogjakarta yang identik dengan budaya halus dan luhur ala keraton diserang dengan banyak tuduhan mulai dari yang ringan-ringan hingga yang besar dan intinya adalah seks bebas ada di Jogja. Yang terakhir, di Jogja ada blue warnet. Warnet yang “di situnya” bisa “begini dan begitu”. Lalu terciptalah “beberapa” rekaman syur amatir produksi dalam negeri.
Pemerintah mungkin terlalu sibuk dengan (bidang) ekonomi. Hingga (entah) tidak menyadari “nona2 Geisha” yang dari Jepang, rombongan Viagra, karet lateks (kondom) dari USA, dll, telah datang ke Indonesia entah melalui Bandara Soekarno Hatta, atau mungkin film, animasi berpindah tempat lewat satelit di atas sana.
“Budi Luhur” versus “keinginan-keinginan daging” yang didukung invasi luar negeri sekaliber Playboy dan FHM magazine pastinya akan dimenangkan oleh pribadi-pribadi yang linuwih, yang telah memilih agama dan watak luhur sebagai jalan hidupnya. Tentu tidak termasuk teman saya yang “rajin beribadah”, tapi telah tergoda untuk melirik gambar-gambar syur lewat internet, mulai dari yang ringan-ringan hinga yang berat-berat.
Bagaimana dengan “internet goes to school”, yang mengkampanyekan bahwa dengan internet kita “bisa tahu”. Bisa tahu apa….ya ??!! Jika mungkin, pemerintah harus bisa menjamin bahwa “blue sites” tidak dapat diakses oleh orang-orang di negeri ini. Tidak perlu ada klasifikasi juga tidak apa-apa. Paling-paling yang tidak terima juga eksekutif-eksekutif muda dan beberapa mahasiswa yang telah terbiasa dengan hal itu. Emang kementrian Komunikasi dan Informasi bisa…?!
Nah, kalo berani ya pemerintah tegas saja, bahwa Indonesia tidak perlu majalah Plaboy dan FHM, atau dan lain-lainnya.
Kalo perlu, aktifis-aktifis FFI itu diculik saja karena telah “akan melawan” Lembaga Sensor Film. LSF itu baik dalam kacamata saya sebagai orang yang pernah belajar PPKn.
Intinya, jika daging babi itu haram dan begitu menggoda jika berseliweran di dekat komunitas. Apakah tidak sebaiknya daging babi itu dicegah peredarannya ?! (sekarang pun demikian to..?!) Sama halnya dengan hal-hal di atas. Masalahnya, ada pilihan untuk soal daging ; ada daging kambing dan sapi yang tentu saja lebih enak. Tapi untuk “hal-hal semacam itu tadi” bagaimana ?!
Ah cukuplah, …..
Kajian “budi ingkang luhur” pada tulisan ini memang hanya berkutat pada masalah seks semata. Karena di samping ini adalah sangat “menyerang” budi ingkang luhur tadi, ini adalah masalah klasik yang sampai puluhan tahun ke depan akan tetap up to date untuk diperbincangkan, dan..di samping itu saya suka dengan pokok bahasan ini.
………………………………………………………………………………………………..
Terjadilah pada suatu waktu, seorang jawa bertanya pada mbakyunya, “Lha..kalo mbakyu di madu… ?! Bagaimana …?!” Sang mbakyu Cuma tersenyum dengan berkata, “Lha kalo ‘setorannya’ lancar…ya biarlah…” (setoran = jatah uang belanja sebagai kewajiban suami)
Lain cerita tapi senada, ada seorang bercerita tentang suami seorang wanita yang bekerja sebagai pelaut. Dia bercerita, “Si XX ini jadi pelaut sudah 2 (dua) tahun tidak pulang… . He..he…, suami macam apa itu ?! (maksudnya : apa itu bisa dianggap sebagai orang hidup sebagai suami istri). Melanjutkan dia bilang, “Halahh….laki-laki…jauh tempatnya…(kalo) butuh perempuan, paling-paling juga cari pelacur…”.
……………………………………………………………………………………………….
Ini adalah pernyataan putus asa. Dan saya tahu betul, orang hanya berusaha berpikir logis di masa seperti sekarang ini. Dan memang benar, sang pelaut itu memang rajin mengirim uang kepada istrinya.
Maka, cukuplah saya tutup tulisan ini dengan mengatakan biarlah eksekutif-eksektif muda/ tua, pribadi-pribadi swasta, masyarakat luas itu tidak “berbudi ingkang luhur”-dalam kaitannya dengan tulisan di atas-, juga tidak apa-apa. Yang penting adalah mereka harus rajin dan membayar pajak sebesar-besarnya, untuk kebaikan bangsa Indonesia, karena apa?! Mengacu, Roosevalt "Jangan tanyakan apa yang diberikan negara kepadamu, tetapi tanyakan lah apa yang kamu bisa perbuat untuk negara", maka saya diakhir tulisan ini hanya bisa menyinggung tentang membayar pajak sebagai indikasi warga negara yang baik. Mengapa demikian, yang bisa kulakukan untuk NKRI ini sementara ini hanya dengan membayar pajak.
jadi hemat saya sebagai penulisk alau g bisa membuka lapangan pekerjaan buat masyarakat, tidak bisa membuka mata telinga teman/ saudara dengan getok tular ilmu manfaat, ya mungkin cukuplah bagi anda hanya dengan mambayar pajak. minimal ada yang anda lakukan buat negeri tercinta ini. Ini bukan negeri Bung Tomo, tapi Bung Tomo memeberikan negeri ini kepada kita.
Meskipun pada hakekatnya “keinginan-keinginan” daging, duniawi, materi, kebendaan semacam itu berimplikasi pada satu dan laen hal, perlu dibahas pada lain tulisan, yang pasti tandai kedua tanganmu dengan keringat untuk kepentingan negeri.
Selamat mendengar orang-orang meneriakkan “seabad Kebangkitan Nasional”. Semoga Tuhan YME senantiasa memberiKEN segala kebaikan yang dibutuhKEN oleh bangsa dan negara kita.
471 5
Bengkulu, 21 Mei 2008.
Minggu, 11 Mei 2008
Pentingnya/ kah?! Kesetaraan Gender (bagian 3)
Yang jelas saya katakan laki-laki dan perempuan itu sebenarnya berasal dari diri yang satu. Ini layak diperhitungkan dalam pembahasan kita. Dalam istilah biologi, Stem Sel, inilah sebuah body yang terbentuk sesaat setelah sel telur dibuahi oleh sperma. Ihwal yang sama sampai beberapa waktu berkembang dengan jenis kelamin serta hormonn. Perjalanan mnentukan beda dengan adanya hormone dan jenis kelamin sehingga mulai dikatakan dalam tulisan ini bahwa laki-laki peremouan sederajat dan sama karena proses biologisnya sama, susunan tubuh sama, otak, sama-sama punya kaki tangan dan seterusanya. Dalam perkembangan bentuk tubuh sama dengan beberapa perbedaan yang kita ketahui bersama seperti pertumbuhan pada dada perpempuan dan lak-laki, bentuk dan fungsi genital yang berbeda juga, dan seterusnya. Perempuan dikaruniai fungsi untuk melahirkan dan kemampuan lebih untuk mengurus anak, ini tentunya berbeda dengan tabiat laki-laki yang berbeda sehingga menghasilkan sebuah peran untuk menafkahi serta melindungi kelaurganya. Tidak lagi saya perpanjang apa yang sama dan berbeda adri perempuan pria karena anda semua mengerti.
Pada perjalanan hidupnya, tentunya manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kekurangan tentang potensi diri sehingga berkembang untuk mencapai suatu tujuan. Jadi dalam bahasan ini, sesuai sekali apa yang dinamakan bias gender itu nyaris tidak ada. Kita ambil studi kasus, bias gender dalam hal pekerjaan. Fakta menyatakan pekerjaan didominasi kaum laki-laki. “Lantas apakah perempuan tidak bisa ?” jawabnya, “bisa saja”. Kemudian berkembang lagi pertnyaan selanjutnya “lantas apakah perempuan mampu?”jawabannya tetap sama, menrut saya” Ya mampu saja.”. Fakta bahwa ada perempuan menjadi seorang pilot, insinyur, sopir busaway, bukan berarti dengan pencapaian seperti itu perempuan telah menjadi sederajat dengan laki-laki. Dengan tidak menempati suatu posisi tersebut diatas pun, perempouan tetap mempunyai kehormatannya tersendiri, saya rasa. Ini bukan berarti perempuan tidak boleh berkaraya, melainkan bahwa permpuan jika mampu why not?.
Berbicara dalam pembahasan tentang kesetaraan gender tidak lepas adri menarik atau tidak tentunya. Menarik untuk dibahas dan diperjuangan atau tidak menarik/percuma untuk sekedar dibicarakan. Tentunya membicarakan, membahas sampai dengan memperjuangkan isu gender merupakan hak saya, anda, siapa saja tergantung daqrimana sudut pandang saya, anda, siapa saja menilainya.
Saya, penulis akan coba memposisikan diri memkai sebuah kalimat/ungkapan yang mungkin diungkapkan oleh kacamata pihak-pihak yang mungkin saja terdapat dalam perkembangan isu kesetaraan gender. Untuk pertama saya bayangkan pertanyaan yang mungkin muncul dari pihak yang tidak setuju isu bias gender. “heran ....aktivis perempuan itu berkata Islam harus mempersamakan laki-laki dan perempuan tapi mengapa masalah jihad ( dalam Islam wajib atas laki-laki dewasa ), tetapi merwka belum pernah tertulis wanita juga harus berjihad. Hem ngambil enaknya saja” pertanyaan ini terbesit dari seorang religius yang tidak sengaja kenalan di jalan. Maslah jihad saya rasa, memang wajib bagi lakii-laki dewasa tetap[i tidak dipungkiri wanita mungkin sekali mampu melakukannya. Muslimah palestina sudah membuktikannya srta wanita pada umumnya, bekerja membantu suami yang tidak mampu menafkahi juga dihukumi jihad. Kalau saya boleh simpulkan pihak yang tidak setuju isu ketaraan gender hanya menilai gender tidak perlu diperjuangkan karena sudah sederajat tentunya mempunyai tupoksi ( tugas-tisak pokok dan fungi ) sendiri-sendiri. Kalau saya penulis dengan sudut poandang sidniri, efektif dan efisien kah membahas isu persamaan gender ini?!
Kali kedua saya bayangkan, pihak yang setuju wanita harus diperjuangkan bertanya “ Apakah wanita berhak menjadi kepala rumah tangga?” ( saya terinspirasi dengan satu pertanyaan di program Metro TV “ save our nation “ ). Jawaban yang saya buat sendiri, kenapa harus begitu ? kepala rumah tangga berarti bertanggung jawab dalam segala hal dan kebiasaan masyarakat disini, kepala rumah tangga ialah laki-laki. tetapi pasa banyak kasus ada sang laki-laki tidak mampu, apakah perempuan boleh?...jawab saya mengapa tidak boleh kalau memnag sang laki-laki sakit-sakitan dan sejenisnya? Ingat yang namanya berumah tangga itu berjuang bersama, misalnya suami sakit ya isteri bekerja dan memikrkan keluarganya.. Oleh karena pada umunya laki-laki, ya harus laki-laki lah yang beranggung jawab, Bukankah ini meng-enak-kan permpuan. Tetapi mengapa para permpuan pejuang kesetaraan gender memperjuangkan perempuan boleh jadi kepala rumah tangga, padahal sudah di-enak-kan, aksioma masyarkat bahwa laki-laki lah kepala rumah tangga. Saya tutup paragrap ini, kembali terinspirasi oleh program Metro TV “ save our nation “, oleh Mi’ing Bagito, presenter acara tersebut, lebih kuirang ia berkata, peran dan derajat memanag harus diperjuangkan tentunya dengan melihat keadaan negara kita mempunyai adat, agama, dll yang berbeda dengan barat”
Selasa, 29 April 2008
Kisah sepotong keju
Kisah sepotong keju
Dalam suatu obrolan seorang teman berpesan ”dijaga gizinya, jangan lupa minum susu, eh seafood tuh banyak kandungan kalsium. Ati-ati lho sodaraku bla bla bla” kelanjutan cerita adalah kisah-kisah perempuan yang bermasalah dengan tulang setelah hamil dan punya anak. ya aku tau. aku sudah membaca tentang hal itu. masukan yang bagus dan akan kutingkatkan asupan kalsiumku.
Alhamdulillah ada uang. Segera ku menuju salah satu pusat perbelanjaan dan membeli sepotong keju. seumur hidup ini keju chedar pertama yang kubeli sendiri. bukan berarti sebelumnya aku belum pernah mencoba keju lho...
Beberapa hari kunikmati sepotong kejuku. tiap kali setelah makan kulihat sisa batangannya. Alhamdulillah ini cukup untuk beberapa minggu.
Tapi situasi berubah. ada penghuni baru di rumah. aku memang tidak tinggal di rumah sendiri. orang jawa bilang ”nunut”. ”nunut” tidur ”nunut” makan. Penghuni baru hobi masak dan membuat makanan untuk pemilik rumah dengan kejuku. Ya Allah Gusti... ikhlas harus senantiasa diusahakan. tapi itu kejuku. kalau keju itu habis aku belum tentu bisa membelinya lagi. Ya Allah Gusti... sekarang keju itu tinggal separo sebentar lagi akan habis karena ada hidangan lagi hari ini.
Mereka adalah orang-orang baik, mau menerimaku di rumahnya. Aku berpikir telah menjadi orang jahat karena sepotong keju. Selama ini aku juga boleh memakan apa saja di rumah ini. Tapi aku masih belum bisa menerima.
Hatiku semakin tersayat saat terjadi obrolan ”wah jajannya enak, besok bikin lagi ya mbak! kita masih punya keju kan?” seorang menjawab ”iya kita masih punya banyak”. Keju yang banyak itu punyaku. ah...
Pernah merasa seperti kisah tadi? sebagai renungan bagi kita semua, seberapa sering kita menghitung-hitung amal kita? menimbang setiap pengorbanan yang kita lakukan untuk orang lain? atau juga seberapa kuat kita berbuat baik tanpa membicarakannya?
Semoga bermanfaat.
Senin, 07 April 2008
Pentingnya/ kah?! Kesetaraan Gender (bagian 2)
Sebaliknya pihak penentang adanya perjuangan kelas gender ini biasanya dari kalangan religius. Menurut mereka gender itu perbedaan yang harus diakui dan dihormati. Persamaan gender menyebutkan bahwa laki–laki dan perempuan memang diciptakan dalam keadaan yang berbeda dalam tujuan sama. Bagaimana penulis bisa mengatakan hal ini? Silahkan anda rubah penggalan kalimat “keadaan yang berbeda” pada kalimat tersebut di atas dengan kalimat penafsiran anda sendiri tentang apa yang dimaksud perbedaan antara perempuan dan laki-laki Mari kita sama-sama berpikir tentang hal ini.
Langkah kedua mengganti frase “dalam tujuan sama” dengan kata ibadah, menurut penulis semua orang sepakat tentunya kecuali orang yang mengingkari hal tersebut. Merunut langkah-langkah tadi maka kalimat tersebut di atas berubah menjadi “Persamaan gender di sini menyebutkan bahwa laki –laki dan perempuan memang diciptakan dalam keadaan fisik, sifat emosional, jiwa, naluri yang berbeda dengan tujuan sama untuk bersama menjalankan perintah Tuhan yang menciptakan-Nya”. Tentu saja kalimat tersebut berdasarkan rangkaian kata dari penulis, anda boleh berpikir berbeda.
Kalangan agamis menyatakan perempuan dan laki-laki secara fitrah berbeda dan sama-sama mempunyai kedudukan yang mulia tidak ada yang lebih rendah (atau lebih tinggi). Dengan aturan dari Tuhan-Nya, laki-laki perempuan dimuliakan akan fitrahnya, inilah kata mereka yang mau menganut agamanya.
Kalangan anti kesetaraan gender tidak hanya berasal dari golongan agamis saja. Penulis menilai sosial adat juga secara langsung atau tidak langsung termasuk pihak kontra dalam isu kesetaraan gender ini. Menurut Qasim Amien (feminis Arab) masalah perempuan akibat dari konstruksi sosial (social construct) yang sering menjadi penyebab munculnya diskriminasi gender. Bagaimana sebuah budaya hasil karya cipta karsa secara turun menurun terus meligitimasi anggapan-anggapan perempuan ada di bawah kendali laki-laki.
Sebagai salah satu contohnya, lihat pada kereto boso (seperti anonim dalam bahasa jawa, untuk kata “wanita” diartikan wani ditata (wani : berani; ditata : ditata, diatur, bahasa jawa). Atau dengan kata lain, wanita itu makmum dan laki-laki selalu masbuk. (Ini sedikit alasan mengapa penulis tidak mau menggunakan kata “wanita”, dalam tulisan ini. Penulis lebih suka memakai kata “perempuan”). Perempuan terdiri dari kata “empu” (empu : tuan, bahasa melayu) dan imbuhan per-an pembentuk kata benda atau lebih tepatnya menjadi yang dipertuan/ bisa jadi tuan minimal bagi dirinya sendiri. Tentunya tidak semua daerah begitu (asas kelaki-laki atau kebapakan). Tetapi itupun, masih tetap dapat sekali, dikatakan adaptasi budaya kuat pengaruhnya dalam penyebab adanya bias gender.
Terlepas dari itu semua, kita kembali ke bahasan awal tentang urgensi dari pro kontra ini. Bagaimana kita bisa melihat bersama sudah berapa penelitian, seminar, workshop belum termasuk tenaga, waktu atau jam tanyang televisi membahas isu ini. Kita tinjau lagi tentang pentingnya atau malah tidak penting adanya pro kontra dalam isu perjuangan persamaan gender.
Untuk melihat dua pihak yang berseberangan ini bayangkan seolah kita naik ke sebuah meja penglihatan yang lebih tinggi untuk melihat pemikiran pro dan kontra dari tempat yang lebih tinggi. Nampaklah disitu dua kutub yang berbeda beserta tetek bengek-nya.
Membahas perdebatan isu kesentaran gender cukup panjang memang. Pihak pro isu gender berangkat dari kenyataan di segala aspek kehidupan, jenis-jenis pekerjaan telah/sudah dikuasai laki-laki Berbicara isu gender tidak terlepas dari berbicara tentang ketertindasan peran dan bagaimanna seharusnya perempuan. Perempuan dirasa hanya sebagai objek bukan subjek dalam kehidupan. Peran perempuan hendak diangkat, penggeseran salah satu pihak hanya objek menjadi sama-sama subjek. Inilah alasan utama karena ketika membicarakan kesetaraan gender hal yang tersinggung adalah posisi perempuan itu sendiri.
Kita pelajari ulang secara pelan terminologi “telah/sudah dikuasai laki-laki”. Kalau dikatakan “telah/sudah“, berarti mempunyai gambaran bahwa di masa lampau pernah ada penguasaan permpuan terhadap laki-laki. Perempuan pada jaman dahulu mempunyai dan menempati kedudukan yang laki-laki pegang sekarang. Kepemimpinan sebagai sebuah penghargaan manusiawi dipegang perempuan. Atau malah terbalik, terminolgi tersebut mengandung maksud bahwa memang “telah/sudah” dari awal kehidupan memang laki-laki lah yang memgang peran utama sampai kapan pun. Atau malah terjadi kesalahan terminologi “telah / sudah “ yang penulis pakai. Untuk poin ini, penulis mengakui masih kebingungan tentang ihwal adanya anggapan kaum hawa tertindas. Atau pihak pro mengalami kebingungan pula seperti yang penulis alami sampai paragraf ini.
Jikalau di paragraf sebelumnya, penulis nyatakan kebingungan atas perjuangan para feminis (aktivis kesetaraan gender), maka penulis hendak mengungkapkan hal yang serupa. Pihak kontra mengatakan para aktivis gender melakuakan kesalahan yang besar. Hal ini yang lucu dan membingungkan. Para aktivis kesetaraan gender itu berangkat dari sebuah perjuangan untuk menyamakan gender yang sebenarnya sudah sederajat dari awalnya. Yang penulis maksud, pihak kontra menyalahkan pihak pro atas perjuangannya. Bukankah, tanpa dibela/ disanjung yang namanya pria perempuan sudah sederajat karena mempunyai peran mulianya masing-masing. Atau dengan kata lain tidak perlu sebuah seminar betajuk, “Pria Perempuan Bersinergi Membangun Bangsa”, misalnya. Karena hal ini sudah terjadi dan fakta.
Senin, 31 Maret 2008
Menemukan Jalan-Nya
Jika usia harapan hidup orang
Saya tak ingat telah membuat perjanjian dengan Gusti Allah saat masih dalam kandungan ibu, tapi saya yakin akan kekuasaan-Nya bahwa segala aturan di dunia ini ada di dalam Islam. Sekarang di usia yang sudah menginjak kepala 20-an tahun, sudahkah saya mengetahui petunjuk-petunjukNya tentang aturan-aturan hidup tersebut? saya rasa belum, entah belum sempurna atau memang yang saya lakukan belum mengarah ke fase tersebut. Fase untuk belajar dan belajar. Belum mengerti petunjukNya, pedoman hidup dari-Nya atau malah masih belum memulai belajar?! Yang pasti dalam diri saya, pingin aja terus belajar. Heh…..mbulet memang. Bagaimana ya……kalau anda?
Senin, 24 Maret 2008
paradigma perbudakan "boleh" dalam Islam
Ketika malam menunjukkan kesenyapan serta mata pisau nya yang mengkilat membuat silau orang kepingin tidur,kucoba surfing sebentar. szzzup!!
"Menurut MUI perbudakan itu halal gak sih? perlu deh ada fatwa dari MUI? yang saya tahu sih perbudakan itu sah dalam islam, setidaknya pernah di tayangkan di TV Padjajaran (lokal Bandung). kalo pemikiran rasional manusia sehat (dan melihatnya secara netral) sih perbudakan pasti gak manusiawi dan semua gak mau di perbudak. Tapi kalo dalam ajaran agama di bilang halal (dan itu sudah menjadi perintah) ya kita laksanakan saja, kan kita harus menjalankan perintah dan menjauhi laranganNYA !" ( - suyana, cibeunying, bandung,)
sebuah tulisan dari seseorang dalam sebuah forum diskusi terpampang di layar komputerku. Kubaca kemudian kudalami sebentar and kutelah meminta ijin untuk meng- copy paste. Terbukalah sedikit pikiran untuk membahas ini yang kemudian saya posting dalam blog saya...yang sekarang anda baca ini, tentunya. Perlu kuketik sedikit tuts-tuts di keyboardku ini untuk sekedar menjelaskan sesuatu yang ada di benakku, yakni tentang adanya syari'at dengan hakikatnya.
ini murni hemat penulis, jika ada kurang pas, ya karena ilmu saya masih terbatas. kembali lagi ke pembahasan awal yakni tentang syari'at. Meminjam istilah dari mas suryana diatas, Syari'at itu isinya menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Jadi ada dua sisi di dalamnya, yakni perintah and larangan. Terhadap larangan tersebut, syari'at bersifat memerintah, tentunya untuk larangan bersifat melarang juga untuk suatu hal, bener-bener analogi simple.
Mengapa saya katakan hal di atas, simpel ? banyak orang bilang, dunia ini mempunyai dua sisi, yakni, buruk baik, hitam putih yang kesemuanya bersifat antonim termasuk didalamnya memerintah dan melarang. Singkat kujawab...Tidak. Dunia tidak sesempit itu. Dunia terlalu luas jika hanya dilihat menggunakan dua sisi seperti keping mata uang logam. Seperti pembahasan yang telah kubuka bahwa adanya syari'at itu ada banyak isinya yakni perintah, larangan ( seperti diatas ) maksud, tujuan, hakikatnya. Ingin kutanyakan anda yang membaca ini, anda sholat itu memang karena diperintahkanNya. Selain itu ada g substansinya, maksudnya ada g tujuan, maksud serta apa lah yang menjadi hakikatnya? saya jawab mesti ada, karena selain untuk menjalankan perintah, yang dinamakan saum itu juga ada manfaatnya menurut kesehatan, serta terapi psikis jika puasanya sempurna.
begitu juga dengan yang dikatakan mas suryana diatas, tentang perbudakan itu tidak melulu bahwa perbudakan itu dilakukan dalam Islam berarti perihal budak hanya berisikan tentang "boleh"!. saya katakan, Syari'at itu ialah kodifikasi hukum/ fikih dengan dasar, sandaran serta bertujuan menjadi manusia sesuai aturanNya, itu gambaran singkatnya. Dilukiskan bahwa perilaku Rasul serta sahabatnya itu hukum juga, nah kita lihat juga selain adanya kebolehan dalam perbudakan, kita hendaknya mempelajari pula hal tersebut. tidak hanya mendengar dan memahamkan ke idea bahwa budak halal, titik! kita lihat beberapa contoh tentang Rasul memberi kemerdekaan budaknya, tidak melulu membebankan budaknya semua pekerjaan, sampai Rasul juga tidak mempunyai budak. Abu Bakar bergantian menunggangi unta dengan budaknya sehingga Abu Bakar juga menuntun unta, kesemua itu cerita keteladanan yang juga sumber fikih. Belum lalgi kita lihat tentang keutamaan seseorang yng memerdekakan budak dengan pahala besar, keutamaan menikahi budak muslim daripada menikahi wanita kafir. artinya memuliakan namun berisi sebuah ajakan. Yang dimaksud ajakan tersebut ya untuk menghapus perbudakan itu sendiri.
Perbudakan bisa dilihat dari sudut pandang agama, lha wong agamanya bener-bener lengkap ( dien e kwi syumul rek!). namun harap diingat bukan paradigma keping logam tadi ( cara pikir ) yang mengatakan bahwa kulit seseorang itu hitam atau putih aja melainkan menurut saya ada yang coklat, kuning, agak kuning, putih kemerah-merahan, dsb. Paradigma ( cara pikir ) bahwa kalu sesuatu boleh seperti hal nya perbudakan itu halal, terus halal. iya emang halal, tapi tetep mengandung maksud, tujuan serta suatu hakikat. Begitu juga dengan perintah/ larangan tentang hal lain, tidak serta merta mengenai boleh dan tidak saja lho tetapi mengandung maksud, tujuan, suatu subtansi karena ada hakikatnya.
Masihkah tetep keren pola pikir seseorang dalam kutipan ane di atas?
Kamis, 20 Maret 2008
Resensi Album SBY, dalam versiku
Istilah “menulis lagu” betul-betul teraplikasikan dalam album lagu Presiden SBY. Bukan masalah apa-apa, dalam album yang sedikitnya memuat 8 (delapan) lagu itu, SBY betul-betul menulis lagu namun tidak seperti membuat lagu dalam artian yang sebenarnya yakni proses, lanching, rekaman karena memang beliau seorang RI 1.( bukan seperti proses meng-album layaknya musisi sebenarnya ). Album tersebut hampir tidak memiliki materi yang cukup memadai, namun jadilah……untuk seorang Presiden yang memang bukan seniman/ artist.
Andai oleh berandai-andai serta berkhayal, seumpama aku menjadi Gubernur Jawa Timur, maka akan kubuat album ber genre pop rock kesukaanku.
tulisan 4715
Selasa, 18 Maret 2008
Pentingnya/ kah?! Kesetaraan Gender (bagian 1)
Isu gender ini cukup menjadi perhatian banyak kelompok masyarakat. Masing-masing memiliki perbedaan latar belakang, kemampuan intelektual, dan seterusnya hingga mampu melahirkan pro dan kontra terhadap isu tersebut. Satu pihak mendukung teori sampai perjuangan menyebarkan ide ini, sementara di pihak lain menolaknya mentah-mentah. Ada pula yang sembari berjalannya waktu selalu berusaha mengambil sikap tetapi tetap berada dalam kebingungan antara ya dan tidak.
Sebelum lebih jauh menyelami pembahasan isu gender yang serba kontroversial dari segi substansi, muatan, kepentingan atau pentingnya isu gender, penulis mengajak untuk menyamakan persepsi melihat permasalahan pro kontra tentang “perjuangan” mempersamakan derajat gender ini. Ketika kita berdiam di Indonesia, tentunya sebagai warga negara kita harus dan diperbolehkan berbuat sesuai dengan aturan yang ada di negeri Ini.
Indonesia menasbihkan demokrasi sebagai tingkah laku berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini, pro kontra yang terjadi diijinkan dan boleh karena ini hak warga negara untuk berpendapat. Pro kontra seperti apa yang diijinkan? Pro kontra bukan dalam perang senjata atau melempar batu. Pro kontra melalui diskusi yang baik secara terbuka atau tertutup, menggunakan tulisan, pernyataan, pergerakan dan sebagaimya.
Penulis percaya pluralitas menjamin perbedaan. Demokrasi dekat dengan pluralitas dalam artian penghormatan perbedaan serta keragaman. Pluralitas bagus jika dijalankan dengan benar. Jadi dapat penulis katakan pluralitas yang salah, jika ada negara mengaku plural tapi malah melarang rakyatnya memakai simbol agama atau hanya mengutamakan salah satu umat agamanya. Pluralitas artinya mengakui keragaman sebagai hal yang wajar dan dihormati. Atas dasar plural/keragaman inilah penulis akan membahas pro kontra kesetaraan gender sebagai hal yang beragam. Dengan asas plural/keragaman jua penulis berhak untuk dihormati untuk sama/berbeda pendapat.
Kembali pada bahasan di awal. Perbedaan menampakkan warnanya saat masing-masing kelompok pro ataupun kontra mempunyai cara sendiri mengampanyekan idenya. Forum-forum ilmiah dan kajian menjadi bentuk/sarana pembahasan serta alat dialog isu gender. Pihak pro atau pihak yang mengakui adanya salah satu gender (perempuan) tertindas sehingga dirasa perlu memperjuangkannya versus pihak kontra yang berpendapat laki-laki perempuan bukan atas-bawah, tapi ada di samping dan sejajar karena saling melengkapi & membutuhkan.
Kelompok pertama ini mengatakan perempuan harus naik derajat hingga setara sama dengan laki-laki. Untuk melihat bagaimana kondisi isu kesetaraan gender ini di Indonesia mari kita lihat kutipan dari website JIL “…di Indonesia sendiri kita temui para pakar dan pemerhati gender, sejak periode pra-kemerdekaan. Kita bisa runtut dari RA. Kartini, dan Dewi Sartika sebagai pioner “feminisme” kala itu, dan untuk saat kini, kita bisa menyebut nama Wardah Hafid, Nurul Agustina, Ratna Megawangi, hingga mantan first lady Indonesia, Sinta Nuriyah Abd Rahman Wahid berada di garda terdepan membela dan membekali kaum perempuan.”.
Kelompok ini menganggap adanya kekalahan fungsi perempuan dalam artian kalah pada penguasaan pos-pos komponen trias politika, pekerjaan, pendidikan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Pihak ini memperjuangkan apa yang dinamakan kebebasan, pemberdayaan perempuan.
Lebih jauh tentang pihak pro, maka pendapat aktivis perempuan yang penulis kutip dari sebuah kolom di sebuah media massa dapat kita cermati bersama: ”Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan kegusarannya melihat televisi mengumbar pusar perempuan, salah seorang aktivis perempuan justru mengkritik SBY. Dalam tulisannya di salah satu media massa nasional, aktivis tersebut menuding pemerintah telah campur tangan dalam urusan pusar perempuan. SBY dinyatakan telah melanggar prinsip pluralisme-demokrasi, melanggar kebebasan berekspresi.”(Sumber: Republika, 1 Februari 2006)
Banyak angan dan kesimpulan dari kalimat tersebut. Dari awal penulis bermaksud untuk ber-plural, artinya mengahargai pendapat orang lain, dalam hal ini kutipan dari harian Republika tersebut. Kemungkinan pertama orang nomer satu di negeri ini tidak menghormati prinsip pluralisme-demokrasi seperti yang disebut seorang aktivis perempuan tersebut. Kemungkinan kedua, SBY berniat agar pusar perempuan dijaga tetapi aktivis itu tidak mengerti niat SBY merupakan bentuk penghormatan terhadap perempuan. Kemungkinan ketiga, aktivis itu tidak ingin dibatasi tentang berpakaian. Penulis cenderung pada kemungkinan ketiga sebagai sikap dari aktivis tersebut. Silahkan anda dengan kemungkinan-kenungkinan anda sendiri.
pro Sekali lagi kita simak kutipan berikut , “perempuan sebagai calon ibu dan bagian darimasyarakat harus membekali dirinya sehingga mampu bersama-sama dengan kaum laki-lakimemajukan masyarakatnya” (dari website Fatayat, organisasi keputrian Nahdlatul Ulama). Apakahperempuan tidak boleh bekerja di luar rumah? Satu hal yang penulis tanyakan kepada anda jikabenar pertanyaan tersebut muncul di benak anda “Memangnya siapa yang melarang?” “Siapa yang melarang “ yang penulis maksud di sini, pihak pro atau kontra menurut anda? Kalau boleh penulismenjawab kedua pihak pro kontra tidak melarang hal ini, lantas mengapa sampai harus ada pihakkontra yang membahas sesuatu hal yang tidak jelas begini?!
BERSAMBUNG........................
tulisan 471 5 ( 1 dari 3 Bagian )
Senin, 17 Maret 2008
Dibalik demo anti MUI
"demo...demo MUI"!
"bubarkan..bubar MUI!" itulah kira-kira yang diteriakkan para demonstran. Apa yang mereka tuntut ialah pembubaran MUI sebagai institusi. Mengapa hal ini bisa terjadi?! Korelasi pendemo dengan MUI sebagai lembaga yang dituntut ialah sekarang MUI menyatakan sesat suatu aliran diikuti dengan tindakan anarkis dilapangan. Benarah hal korelasi ini?bagaimana ini bisa terjadi? dan kebiasaan pertanyaan kita ialah, siapa yang salah?
secara singkat saya katakan
terjadinya demo pembubaran MUI ada 2 pembahasan sebab musabab tentang akar masalahnya.....
1. tatanan bernegara
2. tatanan syari'at
kalo yang syari'at tidak bisa dibicarakan lagi karena sudah harga mati!memang kalo negara ini menjadikan dien yang syumul ini sebagai dasar tidak jadi soal karena yang haq dan yang bathil akan jelas atau kata kerennya amar ma'ruf nahi munkar lebh mudah dilakukan. Inilah yang harus kita perjuangkan ke depan.......
bicara lagi, demo tentang pembubaran MUI, kita bicara dulu MUI itu apa?! MUI ialah Majelis Ulama Indonesia yang berisi orang ahli, tabi'in, fuqaha, dst yang menaungi umat ini dan membantu umat ini. ini deskripsi super singkat saya. ketika umat bingung tentang hukum makanan ( yg belum jelas hukumnya ), tindakan ( yang belum jelas juga hukumnya, seperti bunga bank...inilah MUI wajib ,mengawal umat ) . pertanyaan saya ke and2? bukan malah aneh... g memfatwakan sesat kalo memang sesat malah dia g amanat sama tugas nya mengawal dien ini serta umat ini...
so kalo anda2/ pendemo tsb yang bilang MUI cuci tangan/ tidak bertanggung jawab/ penyebab anarkisme, marilah anda membuka pengetahuan anda tentang bernegara di Indonesia itu sendiri. Indonesia itu negara hukum...artinya segala sesuatu berdasrakan hukum!
jadi ulama2 dalam MUI tiu bersidang dan memakai dasar agama ( dien anda sendiri )untuk menyatakan sesat suatu aliran...semisal Ahmadiyah ( g diperdebatkan lagi kan )
nah sebgai prosedur, fatwa sesat itu dimasukkan ke Pakem ( Pengawan Kepercayaan Mayarakat )...Pakem ini bertujuan untuk agar satu kepercayaan tidak mengganggu kepercayaan lain...
kembali lagi ke prosedur, Pakem sebgai lembaga di bwah Kejagung.....melaporkan adanya aliaran sesat. Kejagung menetapkan aliran sesat sesuai rokemendasi Pakem!
nah, kalo ada Keputusan Kejagung berarti negara menyatakan aliran tsb, benar2 terlarang dan melanggar hukum karena melanggar kebebasan pemeluk keyakinan yang lain. Jadipertanyaannya ( misalnya, seperti anba2 bilang MUI tidak bertanggung jawab/ enyebab anarkisme ) kok kenapa ada massa melakukan pengrusakan ...ya karena institusi negara ini, Kejagung, Kepolisian tidak berjalan dan menindak secara hukum para pelaku keyakinan sesat itu...
Sudah jelas seperti Ahmadiyah,Moshadeq, Eden... apakah anda terima Rasul yang anda yakini digantikan oleh orang biasa, orang awam yang mengaku UtusanNya?.....terimakah anda? Inilah yang saya namakan kebebasan beragama! Kebebasan menjalankan keyakinan itu tidak melanggar keyakinan orang lain. kalo pake istilah lucunya, melewati jalan itu hak anda, tetapi apakah anda berhak melewati jalan raya di lajur kanan atau di tengah2 yang menjadi jalan/ jalur orang lain? mohon dijawab!
jadi pendemo itu bukan menuntut kebebasan beragama melainkan menuntut Islam ini kehilangan pengawal dan pembimbingnya
ada pertnyaan lagi....he he
satu kali aja lagi ya, "demo...demo MUI"!
"bubarkan..bubar MUI!" Apa yang mereka tuntut ialah pembubaran MUI sebagai institusi dan agama ini yang akan jadi korban selanjutnya. Ibarat sebuah negara, tentara & polisi kok dituntut dibubarkan! Aneh suatu agama tanpa penjaganya.
suatu coretan singkat 4715
Mengenai Saya
- 471 5
- bengkulu, Indonesia, Indonesia
- Assalamu'alaikum to all sebelum dari semuanya...tak kenal maka tak sayang. perkenalkan saya punya nick "471 5". apa arti sebuah nama,mawar dengan nama apapun tetap wangi ( shakespiere).
Download Ebook Diknas sd smp smk sma
- Kelas12_SMK_Semua Program_Bahasa Indonesia 3_Moch Irman.zip
- Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia X SMA.zip
- Aktif Dan Kreatif Berbahasa Indonesia Kelas 12 SMA.zip
- Aktif Dan Kreatif Berbahasa Indonesia Kelas 11 SMA.zip
- Kelas9_Bahasa dan Sastra Indonesia-3_Dwi-Septi
- Matematika (seni) kelas 10 smk.zip
- Mahir Matematika (bahasa) Kelas 12 SMA.zip
- Matematika (seni) kelas 10 smk.zip
- Mahir Matematika (bahasa) Kelas 12 SMA.zip